Selasa, 29 Oktober 2013

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR
di sunting dari blog kakanda Faris Jumawan




























MACAM - MACAM PONDASI


1. Pondasi telapak (untuk Rumah Panggung) 
Pondasi telapak merupakan jenis pondasi sederhana yang telah digunakan oleh masyarakat indonesia sejak zaman dulu. Pondasi ini terbuat dari beton tanpa tulang yang dicetak membentuk limas segi empat seperti pada gambar disamping. Sistem kerja pondasi ini menerapkan sistem tanam. Jadi pondasi telapak ini menahan kolom yang tertanam di dalamnya sehingga tidak masuk dalam tanah. Seperti halnya ketika kita menggunakan sebuah ganjalan yang pipih atau ganjalan yang lebih lebar untuk standar motor ketika di tempatkan pada tanah yang lembek.

2. Pondasi Rollag Bata (untuk Penahan lantai) 

Rollag bata merupakan pondasi sederhana yang fungsinya bukan menyalurkan beban bangunan, melainkan untuk menyeimbangkan posisi lantai agar tidak terjadi amblas pada ujung lantai. Pondasi ini biasanya digunakan untuk membuat teras rumah, fungsinya hampir sama dengan sloof gantung namun rollag bata tidak sekuat sloof gantung dan tidak semahal sloof gantung.

3. Pondasi Garis (untuk Bangunan Sederhana 1-2 lantai) 

Pondasi batu kali merupakan pondasi penahan dinding yang digunakan pada bangunan sederhana. Pondasi ini terdiri dari batu kali dan perekat yang berupa campuran pasir dan semen. Biasanya campuran agregat untuk merekatkan batu kali ini menggunakan perbangingan 1 : 3 karena batu kali akan selalu menerima rembesan air yang berasal dari tanah. Sehingga membutuhkan campuran yang lebih kuat menahan rembesan.

4. Pondasi Batu Bata (untuk Bangunan Sederhana) 

Seperti halnya pondasi Batu Kali, pondasi batu bata memiliki fungsi sama. Namun yang membedakan keduanya hanyalah bahan yang digunakan serta kondisi alam di daerah sekitarnya. Dikarenakan batu-bata merupakan bahan yang rentan terhadap air, maka pemasangan harus lebih maksimal artinya bata yang dipasang harus dapat terselimuti dengan baik.

5. Pondasi Tapak atau Cakar Ayam (untuk Bangunan bertingkat 2-4 Lantai) 

Pondasi tapak merupakan pondasi yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia ketika mendirikan sebuah bangunan. Terutama bangunan bertingkat serta bangunan yang berdiri di atas tanah lembek. Pondasi tapak di temukan oleh Alm Prof Ir Sediyatmo tsb, dan dikembangkan oleh Prof Ir Bambang Suhendro, Dr harry Christady dan Ir Maryadi Darmokumoro, yang dikenal dengan Sistim Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Modifikasi yang dilakukan adalah : penggantian pipa beton menjadi pipa baja tipis tebal 1.4 mm, perhitungan dalam 3 Dimensi dan penambahan "koperan" pada tepi slab. Sistim CAM tsb telah di uji skala penuh oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan di ruas jalan Pantura Indramyu-Pemanukan (2007) dan digunakan di Jalan Tol seksi 4 Makasar (2008).

6. Pondasi Sumuran (untuk Bangunan Bertingkat) 

Pondasi sumuran memiliki fungsi sama dengan pondasi footplat. Pondasi sumuran merupakan pondasi yang berupa campuran agregat kasar yang dimasukan kedalam lubang yang berbentuk seperti sumur dengan besi-besi di dalamnya. Pondasi ini biasanya digunakan pada tanah yang labil dan memiliki sigma 1,50 kg/cm2. Pondasi sumuran juga dapat digunakan untuk bangunan beralantai banyak seperti medium rise yang terdiri dari 3-4 lantai dengan syarat keadaan tanah relatif keras.

7. Pondasi Bored Pile atau Strauss pile (untuk Bangunan Bertingkat) 

Pondasi Bored pile digunakan untuk banguna berlantai banyak seperti rumah susun yang memiliki lantai 4-8 lantai. Pondasi ini berbentuk seperti paku yang kemudian di tancapkan kedalam tanah dengan menggunakan alat berat seperti kren.

8. Pondasi Tiang Pancang atau Paku Bumi (untuk bangunan bertingkat) 

Pondasi tiang pancang ini merupakan pondasi yang banyak digunakan untuk pembangunan gedung berlantai banyak seperti Apartment, Kondominium, Rent Office dan sebagainya. Pondasi ini hampir sama dengan pondasi bored pile. Namun pondasi tiang pancang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan pondasi bored pil.

Senin, 21 Oktober 2013

DOWNLOAD IES light dan efek AIR untuk SKETC UP

untuk menyempurnakan hasil render pada aplikasi grafick SKETC-UP, IES light dianggap sangat mendukung demi kepuasan para operator komputer grafick SKETC-UP

Bagi teman-teman yang ingin download file IES light silahkan klik disini



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan bagi teman-teman yang mencari file efek air untuk sketc up silahkan klik disini


semoga ini dapat membantu teman-teman yang membutuhkan....
terima kasih............................

Minggu, 20 Oktober 2013






Struktur dan Bentuk Kota


Suatu kota dengan segala aktivitas yang ada di dalamnya akan mengalami perkembangan atau perubahan dari waktu ke waktu. Aktivitas sosial, ekonomi, bahkan politik di suatu kota dapat mempengaruhi bentuk dan struktur kota yang ada dan sudah lama terbentuk. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan tersebut pasti membutuhkan lahan. Jika suatu kota dibangun tanpa perencanaan yang baik maka penggunaan lahan tersebut secara langsung akan mengakibatkan bentuk dan struktur kota yang baru, dan ini akan berpengaruh pula pada aspek–aspek lain di dalam kota tersebut.
Pemahaman terhadap bentuk dan struktur kota dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik suatu kota yang dapat membantu memperlancar jalannya proses perencanaan kota dalam rangka mencari solusi permasalahan kota. Dalam tulisan ini akan dipaparkan ringkasan literatur mengenai definisi, bentuk dan struktur kota dengan harapan arti penting yang berkaitan dengan perencanaan kota dapat mudah dipahami.
Definisi Kota
Definisi tentang kota dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang. Berikut beberapa definisi kota seperti yang saya kutip dari buku “Perancangan Kota Secara Terpadu” karya Markus Zahnd.
 Menurut Amos Rapoport, dari sudut pandang sosiologis sebuah kota adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial.
 Dari segi demografis-geografis, kota adalah kelompok orang-orang dalam jumlah tertentu, hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu dan berpola hubungan rasional dan individualistis.
 Dari segi ekonomi, kota adalah pusat pertemuan lalu lintas perdagangan, ekonomi, kegiatan industri serta tempat perputaran uang secara cepat dan dalam volume banyak.
 Dari segi sosio-anthropologis, kota adalah hubungan antara manusia yang tinggal di kota sangat heterogen dan keaneka ragaman social budaya yang mengarah pada rasional, egois dan kurang intim.
 Dari segi arsitektur, sebuah pemukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hierarki-hierarki tertentu. Artinya, ciri-ciri morfologi, bentuk dan wujud perkotaan dapat sangat berbeda antara suatu wilayah terhadap wilayah lainnya.
Berdasarkan kutipan dari Jorge E.Hardoy, Amos Rapoport merumuskan kota dengan lebih spesifik melalui beberapa kriteria yaitu (Zahnd,Markus.1999:4):
 Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat.
 Bersifat permanen.
 Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat.
 Struktur dan tata ruang perkotaan ditunjukkan oleh jalur jalan dan ruang perkotaan yang nyata.
 Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.
 Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, meliputi: sebuah pasar, pusat administratif atau pemerintahan, pusat militer, pusat keagamaan atau sebuah pusat aktifitas intelektual bersama dengan kelembagaan yang sama.
 Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis pada masyarakat.
 Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di tepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.
 Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat.
 Pusat penyebaran, memiliki falsafah hidup perkotaan pada massa dan tempatnya.
Bentuk Kota
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kota adalah bentuk dan pola kota. Pola suatu kota tersebut dapat menggambarkan arah perkembangan dan bentuk fisik kota. Ekspresi keruangan morfologi kota secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu bentuk kompak dan bentuk tidak kompak (Yunus, 2000: 14).
1. Bentuk kompak mempunyai 7 macam bentuk, yaitu:
a. Bujur sangkar (the square cities)
Bujur sangkar menunjukkan sesuatu yang murni dan rasionil, merupakan bentuk yang statis, netral dan tidak mempunyai arah tertentu. Bentuk bujur sangkar merupakan bentuk kota yang bercirikan dengan pertumbuhan di sisi-sisi jalur transportasi dan mempunyai kesempatan perluasan ke segala arah yang relatif seimbang dan kendala fisikal relatif yang tidak begitu berarti. Hanya saja adanya jalur transportasi pada sisi-sisi memungkinkan terjadinya percepatan pertumbuhan area kota pada arah jalur yang bersangkutan.
b. Kipas (fan shaped cities)
Bentuknya sebagian lingkaran, arah ke luar kota mempunyai perkembangan yang relatif seimbang.
c. Empat persegi panjang (the rectangular cities)
Merupakan bentuk kota yang pertumbuhannya memanjang sedikit lebih besar daripada melebar, hal ini dimungkinkan karena adanya hambatan-hambatan fisikal terhadap perkembangan area kota pada salah satu sisinya.
d. Pita (ribbon shaped cities)
Merupakan bentuk kota dengan peran jalur transportasi yang dominan, terbentuk pola kota yang memanjang.
e. Bulat (rounded cities)
Merupakan bentuk kota yang paling ideal, karena jarak dari pusat kota keluar kota hampir sama. Selain itu perkembangan pembangunan keluar kota terjadi secara cepat.
f. Gurita/bintang (octopus shaped cities)
Merupakan bentuk kota yang jalur transportasinya mirip seperti ribbon shaped city, hanya saja pada bentuk gurita jalur transportasi tidak hanya satu arah saja, tetapi keberbagai arah keluar kota.
g. Tidak berpola (Unpattern cities)
Kota dengan pola demikian merupakan kota yang terbentuk pada suatu daerah dengan kondisi geografis yang khusus, yaitu daerah dimana kota tersebut telah menciptakan latar belakang khusus dengan kendala-kendala pertumbuhan sendiri.
2. Bentuk tidak kompak mempunyai empat macam bentuk, yaitu:
a. Berantai (chained cities). Merupakan bentuk kota terpecah tapi hanya terjadi di sepanjang rute tertentu. Kota ini seolah-olah merupakan mata rantai yang dihubungkan oleh rute transportasi, sehingga peran jalur transportasi sangat dominan.
b. Terpecah (fragment cities). Merupakan bentuk kota dimana perluasan areal kota tidak langsung menyatu dengan induk, tetapi cenderung membentuk exclaves (umumnya berupa daerah permukiman yang berubah dari sifat perdesaan menjadi sifat perkotaan).
c. Terbelah (split cities). Merupakan bentuk kota kompak namun terbelah perairan yang lebar. Kota tersebut terdiri dari dua bagian yang terpisah yang dihubungkan oleh jembatan-jembatan.
d. Satelit (stellar cities). Merupakan bentuk kota yang didukung oleh majunya transportasi dan komunikasi yang akhirnya tercipta bentuk kota megapolitan. Biasa terdapat pada kota-kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit. Dalam hal ini terjadi gejala penggabungan antara kota besar utama dengan kota-kota satelit di sekitarnya, sehingga kenampakan morfologi kotanya mirip “telapak katak pohon”.
Pola Kota
Pola suatu kota sangat berpengaruh dalam perkembangan fisik kota. Terdapat lima jenis pola kota antara lain:
1. Pola Kota Radio konsentris (Ring Radial). Bentuk kota ini memiliki pusat di tengah kota dengan tujuan agar dapat melayani daerah sekitarnya dari segala arah. Pola ini biasanya diterapkan pada kota-kota kerajaan.
2. Pola Kota Linier. Ciri-ciri dari pola ini antara lain: pusat tidak jelas, tumbuh di sekitar jaringan jalan yang ada dan biasanya terdapat di kota-kota pantai.
3. Pola Kota Grid (Rectalinier). Ciri-ciri dari penggunanan pola ini antara lain: pusat kota biasanya terdapat disembarang tempat, tidak memiliki jenjang, penggunaan tanah efisien dan optimal, banyak jalan dan persimpangan.
4. Pola Satelit. Merupakan kota-kota kecil yang masih tergantung pada kota induknya. Fungsi kota ini sebagai: kota tidur (dormitory city), kota kampus dan kota hiburan (entertaint city)
5. Pola Kota Constalation. Kota ini merupakan kota-kota kecil yang tidak memiliki kota induk. Bentuk kota ini ditentukan oleh struktur kota itu sendiri ditentukan oleh elemen-elemen kota dan zoning.
Urban Sprawl
Perkembangan fisik kota yang tidak beraturan menyebabkan perubahan bentuk kota. Secara garis besar terdapat tiga jenis proses perluasan areal kekotaan atau urban sprawl. (Yunus, 2000: 125)
1. Perembetan konsentris, merupakan jenis perembetan areal kekotaan yang paling lambat. Perembetan berjalan perlahan-lahan terbatas pada seluruh bagian luar kenampakan fisik kota. Membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang relatif kompak sehingga peran transportasi terhadap perembetan konsentris ini tidak begitu besar.
2. Perembetan memanjang, menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal kekotaan di seluruh bagian sisi-sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota.
3. Perembetan meloncat. Perkembangan lahan kekotaan terjadi berpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian sehingga keadaan yang demikian sangat menyulitkan Pemerintah Kota untuk membangun prasarana-prasarana fasilitas kebutuhan hidup sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

By: Kal Asyar Yusuf- ARCA "45
Bentuk-Bentuk Kota

1.    Orthogonal Gridiron :
Merupakan penyebaran dari pertumbuhan yang sama secara umum tanpa adanya perbedaan yang berarti dan mempunyai pusat lokal utama. Bentuk ini biasanya digunakan untuk kota yang daerahnya datar. Contoh : Los Angeles, Tokyo
2.    Spider Web :
Merupakan salah satu bentuk kota yang sangat umum, kota ini mempunyai kepadatan yang tinggi. Pusat dari segala kegiatan yang sangat vital dengan perkembangan disekitarnya. Contoh : Dallas
3.    The Square Cities (Bentuk Bujur Sangkar)
Kota berbentuk bujur sangkar menunjukkan adanya kesempatan perluasan kota ke segala arah yang “relatif” seimbang dan kendala fisikal “relatif” tidak begitu berarti. Hanya saja, ada jalur transportasi pada sisi-sisi memungkinkan terjadinya percepatan pertumbuhan areal kota pada arah jalur yang bersangkutan (Nelson, 1908).


4.   Octopus/Star Shaped Cities (Bentuk Gurita/Bintang)
Dasar dari bentuk spider web dengan linear radial biasanya mendefinisikan beberapa tipe dari ruangan terbuka. Contoh : Washington D.C. Peranan jalur transportasi pada bentuk ini juga sangat dominan sebagaimana dalam “ribbon-shaped city”. Hanya saja, pada bentuk gurita jalur transportasi tidak hanya satu arah saja, tetapi beberapa arah ke luar kota. Hal ini hanya dimungkinkan apabila daerah “hinter land” dan pinggirannya tidak memberikan halangan-halangan fisik yang berarti terhadap perkembangan areal kekotaannya.



5.   The Rectangular Cities (Bentuk Empat Persegi Panjang)
Melihat bentuknya orang dapat melihat bahwa dimensi memajang sedikit lebih besar daripada dimensi melebar. Hal ini dimungkinkan timbul karena adanya hambatan-hambatan fisikal terhadap perkembangan areal kota pada salah satu sisi-sisinya, (Nelson, 1958).

 


6.   Satelite and Neighbourhood Plans (Bentuk Satelit dan Pusat-Pusat Baru)
Pengembangan kota-kota satelit ini dapat berfungsi sebagai penyerap mengalirnya arus urbanit yang sangat besar ke kota utama dengan jalan meningkatkan fungsi-fungsi yang ada di kota-kota satelit sehingga memperluas “working opportunities” nya. Contoh : Kota Stockholm, London, Copenhagen, Jabotabek, Gerbang Kertasusila, Bandungraya. Dalam hal ini terlihat bahwa “concentric development” mendominasi perkembangan areal kekotaannya pada “main urban center” maupun pada kota-kota satelitnya.





7.    Linier :
Perkembangan yang diatur sepanjang ‘Coridor’, yaitu sebuah jari yang merupakan variasi dari bentuk ‘star’. Contoh : Madrid
 8.   Circuit Lineair or Ring Plan (Bentuk Cincin) :
Dalam bentuk ini, sebenarnya terdiri dari beberapa pusat kota yang berkembang disepanjang jalan utama yang melingkar. Di bagian tengah wilayah tetap dipertahankan sebagai daerah hijau/terbuka (open spaces). Masing-masing pusat mungkin dapat berkembang menjadi kota-kota besar. Contoh nyata dari pada “ring cities” adalah “Randstad Holland” di Negeri Belanda, yang menghubungkan pusat-pusat kota Utrecht, Rotterdam, Denhaag, Harlem, Amsterdam dan beberapa kota-kota kecil lainnya.


 9.   Fan Shaped Cities (Bentuk Kipas)
Bentuk semacam ini sebenarnya merupakan bentuk sebagian lingkaran. Dalam hal ini, ke arah luar lingkaran kota yang bersangkutan mempunyai kesempatan berkembang yang relatif seimbang. Oleh sebab-sebab tertentu pada bagian-bagian lainnya terdapat beberapa hambatan perkembangan areal kekotaannya yang diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
  • Hambatan-hambatan alami (natural constraints), misalnya : perairan, pegunungan.
  • Hambatan-hambatan artificial (artificial constraints) : saluran buatan, zoning, ring roads.
Batas terluar dari pada kotanya di tandai dengan “green belt zoning” atau “growth limitation” dengan “ring roads”. Dengan demikian terciptalah bentuk bulat arcificial.



10. Polycentred :
Bermacam penyebaran kota secara teratur dengan dibedakan antara jalur umum dan khusus wilayah perkembangan dan ruang terbuka yang merupakan suatu perputaran distribusi. Contoh : Detroit.
11. Ribbon shaped Cities (Bentuk Pita)
Sebenarnya bentuk ini juga mirip “regtangular city” namun karena dimensi memanjangnya jauh lebih besar dari pada dimensi melebar maka bentuk ini menempati klasifikasi tersendiri dan menggambarkan bentuk pita. Dalam hal ini jelas terlihat adanya peranan jalur memanjang (jalur transportasi) yang sangat dominan dalam mempengaruhi perkembangan areal kekotaannya, serta terhambatnya peluasan areal ke samping


12.  Stellar Cities (Bentuk Stellar)
Kondisi morfologi kota seperti ini biasanya terdapat pada kota-kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit. Dalam hal ini terjadi gejala penggabungan antara kota besar utama dengan kota-kota satelit di sekitarnya, sehingga kenampakan morfologi kotanya mirip “telapak katak pohon”, dimana pada ujung-ujung jarinya terdapat bulatan-bulatan. Majunya sarana transportasi dan telekomunikasi, mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan kenampakan ini. Proses konurbasi yang terus-menerus akan menciptakan bentuk megapolitan.



13. Walled City
Walled City terbentuk karena pertumbuhan kota yang di batasi oleh kondisi fisik topografi misalnya seperti Laut, Gunung dan lain sebagainya.


14. Concellation City
Pertumbuhan kota secara melompat-lompat wilayah pengembangannya dihubungkan dengan jalur transportasi jalan dari pusat ke wilayah-wilayah masing-masing.




oleh: Kal Asyar Yusuf, ARCA "45
MAKASSAR, Sul-Sel (peta kawasan)



Teori Roger Trancik
Secara umum para arsitek tertarik mengenai teori – teori yang memandang kota sebagai produk. Roger Trancik sebagai tokoh perancangan kota mengemukakan bahwa ketiga pendekatan kelompok teori berikut ini adalah merupakan landasan dalam penelitian perancangan perkotaan, baik secara historis maupun modern.
Ketiga pendekatan teori tersebut sama – sama memiliki suatu potensi sebagai strategi perancangan kota yang menekankan produk perkotaan secara terpadu.

1.    Teori Figure/Ground
           Pada teori ini dapat dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space). Analisis figure/ground adalah alat yang baik untuk:
·          Mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan (urban fabric)-
·          Mengidentifikasi masalah keteraturan masa atau ruang perkotaan.-
Kelemahan analisis figure/ground muncul dari dua segi:
·          Perhatiannya hanya mengarah pada gagasan-gagasan ruang perkotaan yang dua dimensi saja.-
·          Perhatiannya sering dianggap statis.-
Figure/ground berisi tentang lahan terbangun (urban solid) dan lahan terbuka (urban void). Pendekatan figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi atau mengolah pola existing figure ground dengan cara penambahan, pengurangan, atau pengubahan pola geometris dan juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa bangunan dengan ruang terbuka.

a. Urban solid
Tipe urban solid terdiri dari:
·          Massa bangunan, monument.
·          Persil lahan blok hunian yang ditonjolkan.
·          Edges yang berupa bangunan.
b. Urban void
Tipe urban void terdiri dari:
·          Ruang terbuka berupa pekarangan yang bersifat transisi antara publik dan privat.-
·          Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi privat sampai privat.-
·          Jaringan utama jalan dan lapangan bersifat publik karena mewadahi aktivitas publik berskala kota.-
·          Area parkir publik bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang berfungsi preservasi kawasan hijau.-
·          Sistem ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini berupa daerah aliran sungai, danau dan semua yang alami dan basah.-
2.    Teori Linkage
           Teori pada kelompok kedua ini dapat dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap sebagai pembangkit atau generator kota. Analisa linkage adalah alat yang baik untuk Memperhatikan dan menegaskan hubungan – hubungan dan gerakan – gerakan sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric).
Kelemahan analisa Linkage muncul dari segi lain adalah Kurangnya perhatian dalam mendefinisikan ruang perkotaan (urban fabric) secara spatial dan kontekstual.
Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau distrik yang satu dengan yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang berbentuk segaris dan sebagainya. Teori linkage melibatkan pengorganisasian garis penghubung yang menghubungkan bagian-bagian kota dan disain “spatial datum” dari garis bangunan kepada ruang. Spatial datum dapat berupa: site line, arah pergerakan, aksis, maupun tepian bangunan (building edge). Yang secara bersama-sama membentuk suatu sistem linkage dalam sebuah lingkungan spasial. Sebuah linkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda, terdapat 3 pendekatan linkage perkotaan:
a. Linkage yang visual.
           Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi satu kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala. Pada dasarnya ada 2 pokok perbedaan antara linkage visual, yaitu:
·          Yang menghubungkan dua daerah secara netral.-
·          Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah.-
Lima elemen linkage visual, merupakan elemen yang memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang mampung menghasilkan hubungan secara visual, terdiri dari:
·          Garis: menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa (bangunan atau pohon).-
·          Koridor: dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang membentuk sebuah ruang.-
·          Sisi: menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan elemen garus namun sisi bersifat tidak langsung.-
·          Sumbu: mirip dengan elemen koridor , namun dalam menghubungkan dua daerah lebih mengutamakan salah satu daerah saja.-
·          Irama: menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.-


b. Linkage yang struktural.
           Menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi satu kesatuan tatanan.Menyatukan kawasan kawasan kota melalui bentuk jaringan struktural yang lebih dikenal dengan sistem kolase (collage). Tidak setiap kawasan memiliki arti struktural yang sama dalam kota, sehingga cara menghubungkannya secara hierarkis juga dapat berbeda.
Fungsi linkage  struktural di dalam  kota adalah sebagai stabilisator dan coordinator di dalam lingkungannya, karena setiap kolase perlu diberikan stabilitas tertentu serta distabilisasikan lingkungannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memprioritaskan sebuah daerah yang menjelaskan lingkungannya dengan suatu struktur, bentuk, wujud, atau fungsi yang memberikan susunan tertentu didalam prioritas penataan kawasan.
Ada tiga elemen  linkage struktural yang mencapai  hubungan secara arsitektural, yaitu:
-     Tambahan: melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.
-     Sambungan: memperkenalkan pola baru pada lingkungan kawasan.
-     Tembusan: terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada di sekitarnya dan akan disatukan sebagai pola-pola yang sekaligus menembus didalam suatu kawasan.

c. Linkage bentuk yang kolektif.
            Teori linkage memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota satu dengan lainnya. Dalam teori linkage, sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan pergerakan yang merupakan kontribusi yang sangat penting. Linkage memperhatikan dan mempertegaskan hubungan-hubungan dan pergerakan-pergerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric)
            Menurut Fumuhiko Maki,  Linkage  adalah semacam perekat kota yang sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota. Teori ini terbagi menjadi 3 tipe linkage urban space yaitu:

-     Compositional form: bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung.
-     Mega form: susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan hirarkis.
-     Group form: bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan pola ini.
3.    Teori Place
Pada teori ketiga ini, dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempat – tempat perkotaan yang terbuka terhadap sejarah, budaya, dan sosialisasinya. Analisa place adalah alat yang baik untuk:

-     Memberi perngertian mengenai ruang kota melalui tanda kehidupan perkotaannya.
-     Memberi pengertian mengenai ruang kota secara kontekstual.
Kelemahan analisa place muncul dari segi perhatiannya yang hanya difokuskan pada suatu tempat perkotaan saja.
Trancik (1986) menjelaskan bahwa sebuah ruang (space) akan ada jika dibatasi dengan sebuah void dan sebuah space menjadi sebuah tempat (place) kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya. Schulz (1979) menambahkan bahwa sebuah place adalah sebuah space yang memiliki suatu ciri khas tersendiri. Menurut Zahnd (1999) sebuah place dibentuk sebagai sebuah space jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi lingkungannya. Selanjutnya Zahnd menambahkan suasana itu tampak dari benda konkret (bahan, rupa, tekstur, warna) maupun benda yang abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional yang dilakukan oleh manusia di tempatnya. Sebuah tempat (place) akan terbentuk bila dibatasi dengan sebuah void, serta memiliki ciri khas tersendiri yang mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Madanipour (1996) memberikan penjelasan bahwa dalam memahami tempat (place) dan ruang (space) menyebut 2 aspek yang berkaitan:
1. kumpulan dari bangunan dan artefak (a collection of building and artifacts).
2. tempat untuk berhubungan sosial (a site for social relationship).

           Selanjutnya menurut Spreiregen (1965), urban space merupakan pusat kegiatan formal suatu kota, dibentuk oleh façade bangunan (sebagai enclosure) dan lantai kota.
Jadi sudah sangat jelas bahwa sebuah jalan yang bermula sebagai space dapat menjadi place bila dilingkupi dengan adanya bangunan yang ada di sepanjang jalan, dan atau keberadaan landscape yang melingkupi jalan tersebut, sebuah place akan menjadi kuat keberadaannya jika didalamnya memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi lingkungannya.



OLEH: Kal Asyar Yusuf, ARCA "45